HIDUP memang penuh dengan pilihan, terkadang kita harus mendapatkan yang salah sebelum mendapatkan yang benar. Begitupun dengan jalan kehidupan. Arus pergaulan, kemoderenan pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap orang berlomba berkiprah di dunia politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Seiring perkembangan zaman, arus pergaulanpun tidak dapat dikontrol, transisi pergaulan ala barat yang tidak dapat tersaring dangan baik, yang mengakibatkan pergaulan bebas tanpa batas yang dapat memicu dan berkembangnya kehidupan yang dapat merusak moral dan akidah anak bangsa dengan dalih tuntutan zaman. Narkoba bagi sebagian orang khususnya remaja dianggap bagian dari kemoderenan dan gaya hidup. Tapi mereka tidak pernah berfikir kemoderenan yang dianut hanya akan membawa mereka pada keterpurukan. Disisi lain para medis menggunakannya untuk pengobatan sungguh fenomena yang sulit untuk dihilangkan.
Sementara pendiri diskotik, pub dan tempat hiburan malam, bertujuan sekedar menyuguhkan hiburan untuk melepas lelah, tapi siapa sangka kalau tempat tersebut justru dijadikan ajang bisnis narkoba seperti contoh Santi (bukan nama sebenarnya) remaja putri berusia 25 tahun ini pun tak luput dari incaran bandar-bandar narkoba sejak ia duduk di bangku SMU. Berawal dari coba-coba saat ditawarkan barang haram itu oleh temannya. Karena takut kalau dibilang ketinggalan zaman, akhirnya ia pun mencobanya. Awalnya ia hanya menggunakan ganja, hingga terus berlanjut ke shabu dan putaw. Pada tahun pertama ia tidak merasakan efek negatif dari mengkonsumsi narkoba. “Aku semakin merasa percaya diri dan di sekolahpun tambah berprestasi, “ucapnya. Akhirnya hari-harinya dilalui tanpa dunia adiktif, perjalanan khayalnya berlanjut sampai masuk ke universitas. Seiring berjalannya waktu, dampak negatif dari barang haram itu mulai menampakan wujudnya. Guna mendapatkan narkoba saja, ia wajib mengeluarkan uang Rp 50.000 untuk satu paket kecil shabu dan Rp 100.000 untuk satu Jl putaw. “Aku mulai panik karena untuk mendapatkan barang haram itu tidak gratis, tabunganku perlahan tapi pasti mulai ludes. Tak ada jalan lain, terpaksa aku mulai menjual barang-barang yang ada di kamar acap kali sakauw. Tidak berhenti sampai disitu saja, akupun mulai berani melakukan penjarahan ke kamar orangtua, “kata Santi menceritakan pengalamannya. Sungguh dahsyat Pengaruh narkoba yang mampu menjadikan seorang Santi menjadi pecandu dan kriminal. Tidak hanya itu saja, ia pun rela menukarkan kesuciannya demi mendapatkan barang-barang haram itu. Karena narkoba membuat hidupnya berada dalam lingkaran hitam yang tidak berujung. Akibat dari semua itu, keluarga mulai tidak nyaman dengan tingkahnya, hingga akhirnya anak kedua dari tiga bersaudara ini di rawat di rehabilitasi berbasis agama di Tasikmalaya Jawa Barat. Meski berbagai terapi telah ia jalani, namun pengaruh narkoba ternyata lebih kuat hingga setelah keluar dari rehabilitasi itu, ia kembali kambuh. Melihat ini, akhirnya keluarga memasukan kembali ke rehabilitasi YKT di Bogor. Teguran Itu Datang Selepas dari rehabilitasi di Bogor, untuk sementara ia bisa pulih dari ketergantungan narkoba. Tapi siapa yang berani menjamin? Saat keluarga memberikan kepercayaan terhadapnya, tiba-tiba datang dari kampus yang membawa surat pernyataan bahwa Santi terjaring razia narkoba di kampusnya dan dalam urinenya, Santi poisitif menggunakan narkoba. Tidak terbayang betapa kecewanya keluarga, “Aku udah lama tidak pakai, tapi saat aku tidur dan bermimpi sedang pakai, aku langsung bangun dan tiba-tiba sakauw terus aku langsung cari narkoba dan memakainya. Ketika keluarganya memppertanyakan kenapa ia bisa kambuh lagi, yah, tidak bisa disalahkan, sugesti narkoba memang sangat dahsyat. Karena peristiwa itu, akhirnya keluarga menerima keputusan dari kampusnya dirinya di D.O dari tempat ia menuntut ilmu. Perjalanan hidupnya, kemudian diteruskan di tempat rehabilitasi. Sampai pada akhhirnya ia divonis oleh dokter bahwa ia mengidap virus hepatitis C, yaitu virus mematikan dengan cara pengapuran pada hati yang harus ia derita. Memang diakui Santi, ketika ia memakai putaw, ia tidak pernah menggunakannya dengan jarum suntik. Hal itu disebabkan karena ia takut tertular HIV/AIDS. Sampai saat ini ia tetap tegar menjalani kehidupannya, meski sebagian anggota keluarga sudah tidak lagi peduli dan menganggap sampah yang mencemarkan nama baik keluarga. Kini, hari-harinya ia lalui dengan sabar meski ia tidak tahu kapan dirinya bisa kembali pulih. Diakuinya, seorang adiktif memang sulit kembali dalam kehidupan normatif. Tapi selama hayat masih dikandung badan, ia harus tetap berjuang melawan virus yang berkembang dalam tubuhnya dan berusaha mengembalikan kepercayaan keluarga pada dirinya, meski perjuangan itu tidak mudah. Siapa sangka seorang gadis yang bisa berprestasi di sekolahnya dan bercita-cita menjadi arsitek ini, ternyata bisa terjerumus juga dalam belenggu narkoba. Di rehabilitasi, kini ia mulai mencari jati diri tentang siapa dirinya, dan siapa sang pencipta. Hal itu menurutnya belum terlambat. Selain itu Santi berusaha membangun ketegaran dan kesabaran. Ia tidak menganggap semua yang terjadi adalah hukuman, tetapi konsekuensi yang memang harus ia jalani, karena menurutnya hidup tidak lepas dari sebab dan akibat. “Aku yang memulai permainan ini, maka hanya aku yang tahu bagimana cara menghentikannya, “ucapnya optimis. Karena kesabaran, ketegaran dan optimisme dari pergulatan hidupnya bersama narkoba, akhirnya Santi dijadikan contoh oleh teman-temannya sesama pecandu. Tak jarang Santi membesarkan hati para pecandu dengan kata-kata, tempat tidaklah menjamin seseorang menjadi baik, tapi yang bisa menjamin semua itu adalah hati. Selain itu, ia pun mengatakan tanpa narkoba kita bisa berprestasi, mengikuti perubahan zaman bukan berarti harus mengkonsumsi narkoba dan modern bukan berarti mencelakai diri sendiri |
Cannabis is known to trigger psychosis , especially for those who have a background ( gen ) schizophrenia . Cannabis can also trigger and confuse anxiety and depression .
ReplyDeletetogel sgp